Bagian dari kebutuhan orang diantaranya adalah hiburan. Kebutuhan
akan hiburan memang tidak pernah memandang status seseorang, anak-anak,
dewasa, laki, perempuan, kaya atau miskin… pokoknya semua orang butuh
hiburan ! Lantas bagaimana orang-orang yang mempunyai naluri bisnis
melihat kecenderungan tersebut ? tentu saja menyediakan agar terpenuhi
semua kebutuhannya. Di Bandung rupanya banyak orang yang memandang bahwa
kebutuhan orang atas hiburan adalah sebuah peluang bisnis yang
mempunyai prospek, walaupun dalam perjalanan bisnisnya terjadi masa
kejayaan dan diikuti dengan masa kehancurannya. Bisa jadi sampai
sekarang bisnis hiburan yang telah dirintis dan dijalani berpuluh-puluh
tahun yang lalu masih tetap bertahan tapi tentunya tidak segagah dulu !
Warga Bandung memang selalu haus akan hiburan mulai dari hiburan film
bioskop sampai pertunjukkan seni gerak semisal theater, atau band.
Semasa kecil saya banyak sekali bioskop bertebaran di seantero Bandung.
Tidak sulit bagi warga waktu itu untuk menonton bintang film pujaannya.
Di Jalan Alun-alun timur (sekarang berdiri Mall) misalnya, paling tidak
ada empat bioskop. Ketika saya masih murid SD tahun 70an, terdapat
bioskop Nusantara, Aneka, di sebelah selatannya terdapat bioskop Dian.
Apabila
kita jalan sedikit melintas Jalan Asia Afrika dan masuk Jl. Braga
terdapat Bioskop Mayestic. Kemudian bioskop-bioskop di seputaran
Alun-alun terus bermunculan seperti Dallas,…. saking banyaknya saya
lupa-lupa ingat nama-nama bioskop waktu itu, pokoknya banyak deh.. .!
Ketika menjadi murid SMA Bioskop Dallas malah meluncurkan program
kerjasama dengan OSIS-OSIS di Kota Bandung secara bergiliran untuk
menjadi koordinator murid-murid SMA untuk menonton di Bioskop Dallas
dengan harga khusus. Program ini sangat direspon oleh OSIS karena
dianggap sebagai salah satu sumber pemasukkan kas organisasi. sebuah
kerjasama yang sangat “simbiose mutualisma”, namun kemudian program ini
dihentikan sepihak oleh pemda (dinas pendidikan ?) karena dianggap
menganggu proses belajar mengajar !
Bioskop-bioskop untuk kalangan menengah kebawah jauh lebih banyak
dibandingkan bioskop kalangan atas, seperti Rivoli/Fajar (sekarang Gd
Rumentang Siang) di dekat Pasar Kosambi, Sampurna di Terminal Kebon
Kalapa (sekarang ITC), Roxy di Sudirman/Kebonjati dan lain
Bioskop
kelas-kelas terbuka tanpa atap juga banyak, tentu saja pangsa pasarnya
adalah kalangan tertentu dan pada umumnya memutar film India atau film
Indonesia berbau esek-esek…? atau film horornya Suzanna, misalnya
bioskop Taman Hiburan (THR) di kawasan Cicadas terdapat 3 THR. Di Jl.
Karapitan ada bioskop Kapitan, di Jl Supratman terdapat Bioskop Warga.
Waktu itu (70-80an) tidak sulit untuk nonton bioskop. oleh karena itu
kita sangat mengenal Christin Hakim, Leni Marlina, Slamet Rahardjo,
Rahayu Effendi dll. Sekarang tahun 2000 an tentunya sangat lebih mudah
untuk menonton karena begitu banyak DVD/VCD Bajakan yang dapat ditonton
dirumah sambil mempraktekkan apa yang dilakukan di film bahkan malah
beredar film indie yang dibintangi oleh para politikus kawakan.. dengan
artis, laku lagi walau pun dengan layar sebesar korek api !!!!
Baca Juga Artikel Menarik dari Kami
Baca Juga Artikel Menarik dari Kami
Permisi ikut memberi info klo di bandung "ada rental motor di bandung hub 082116053984 / 2303D45A / 02292938811 / http://rental-motor-di-bandung.blogspot.com/?m=1"
BalasHapusmakasih banyak